Minggu, 12 Mei 2024

Gelora dan Kematian

Aku mungkin tahu kapan aku akan mati. Suatu saat (entah) di mana aku akan menatap wajahmu dengan segenap hati dan masih angkuh tak kan mengatakan 'aku amat mencintaimu sampai mati'. Ucapan norak yang sering diucapkan di lirik lagu itu ... mungkin saja terkelabat dalam batin, sekilas sebelum waktu itu datang.

Namun, kau pun tak kan percaya. Hidupku tak memerlukan kata itu dalam lagu. Aku tak bisa mengucapkannya dengan benar. Aku tak bisa menuliskannya dengan romantis, atau bahkan bisa bilang bahwa 'cinta' itu kujalani dalam hidupku dengan gegap gempita duka tangis yang menghabiskan tulang-tulang rusukku, meniruskan wajahku, dan menurunkan berat badanku. Sial

Aku yakin tak pernah tahu waktu itu datang. Namun, kuyakin bahwa cintaku padamu tak terucap seperti  puisi Sapardi yang menguar ke udara, lepas dan membebaskan kata dari maknanya.

Atau mungkin kita sudah muak. Karena cinta sudah memeluk tubuh kita, menerobos dengan hangat seperti sinar pagi. Kita sudah merasakannya karena sanggup hidup sampai detik ini, karena kita pernah membenci, telah mencintai. Kita telah menangis dan menderita karena mencintai... bukankah kau sudah muak?

Atau kita terus akan muak pada hidup karena kita amat mencintai hidup ini. Mengecup aroma tangis di pagi hari, sapaan cemberut dan pelukan rindu saat jauh. Apa begitu saja ... tak usah lagi ngobrol berat tentang cinta, Toh, hujan sering menyapu di setiap rintiknya dan membakar dingin dengan kuyupnya.


Solo, 13 Mei 2024



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Manusia (tidak) Bebas

Malam itu angin bergerak binal. Habis hujan dan jalanan aspal sudah mulai agak kering. Basah, beberapa dedaunan yang rimbun di pinggir jalan...