Ibu, maaf....
Tengah malam membuatmu selalu terjaga. Getarkan sunyi lewat desisan tangismu. Mengutuk nasib buruk yang menimpa anakmu. Bersalah diri. Menopang diri. Sambil mengenang suara gamelan yang tak cukup meraup sedihmu itu.
Maaf, ibu....
Aku masih jadi anak yang bermimpi buruk. Menangis di bahumu saat terpuruk, bukannya mengajakmu berkeliling mall dan restoran. Tidak seperti anak-anak lain yang sering melambaikan tangan menyapamu dibalik setir mobil ... Dan aku, masih begini saja. Memijit pundakmu sambil terisak. Lalu pulang dengan lelah dan ingin lupa ....
Tidurlah, Ibu...
Malam semakin malam dan kantukmu sudah temaram. Jangan berdebat lagi dengan bayangan (bapak) yang katamu selalu hadir. Katamu dia sering bikin kopi dan baunya bikin kangen. Jangan ngobrol lama-lama, Bu. Suruh bapak pergi dan istirahat juga, jangan suka kelayapan. Biar pagi datang dengan hangat...membasuh matamu yang lelah
Jadi begini, Ibu ...
Biarkan saja anakmu ini bergelut dengan buku-buku lusuhnya. Bergelayut di bahu mimpi-mimpi yang terserak dan beku di kulkas. Bertualang dengan tangis tawanya karena dunia terlalu luas untuk aku kelilingi. Biarkan saja aku begini bu ...asal jangan menangis lagi!
Nusukan, Mei 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar